Informatika Mesir
Home Opini & Suara Mahasiswa Stigma Masisir; Titik Terang dalam Gelap Gulita

Stigma Masisir; Titik Terang dalam Gelap Gulita

Oleh: Ananda Habib Husein

Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau! Bukan Indonesia,” tanggap Luhut Binsar Pandjaitan mengenai seruan #Indonesiagelap beberapa waktu lalu. Menurutnya, Indonesia masih dalam keadaan baik-baik saja, justru orang-orang yang menyeru hal tersebutlah yang tidak baik-baik saja. Begitu juga dengan sebagian Masisir yang menyuarakan tagar #Indonesiagelap. Padahal keadaan Masisir kini baik-baik saja dan tidak ada kemunduran sama sekali, setuju kan? Bukankah kita memiliki banyak sekali prestasi?

Masisir kini tidak hanya mencerminkan intelektualitas dan adab sebagai penuntut ilmu, tapi juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan realitas zaman sekarang. Penyesuaian itu secara aktual dilakukan oleh segelintir Masisir yang menunjukkan orientasinya pada tren terbaru, velocity. Tak sampai di situ, selain mampu menyesuaikan keadaan zaman, sebagian Masisir juga berhasil menormalisasikan hal yang dilarang bagi para pegiat agama, seperti pacaran.

Budaya-budaya buruk tersebut terus menyebar ke berbagai kalangan bagai virus yang mudah menular, namun sulit ditemukan obat penawarnya. Menggeser sifat malu ke kelakuan memalukan. Keadaan ini semakin diperburuk dengan ramainya pembahasan mengenai oknum muthowif yang sedang tersandung masalah.

Lalu bagaimana cara memberantas masalah-masalah yang kian kompleks seiring terus bertambahnya jumlah Masisir? Sebagian Masisir tersebut -mungkin tanpa sadar- mewarisi budaya-budaya itu ke generasi di bawahnya. Dengan membiarkan hal buruk tetap berjalan di kehidupan sehari-hari ataupun di acara tertentu seakan menciptakan lingkungan baru agar budaya ini tetap lestari, seperti acara Ormaba.

Siapakah yang Bertanggung Jawab untuk Memperbaiki Citra Masisir?

Dewasa ini, segelintir Masisir telah mengubah citra Masisir. Hal ini menjadi prestasi hebat yang dilakukan oknum untuk merusak pandangan masyarakat terhadap Masisir itu sendiri. Rusaknya pola pikir dengan melakukan suatu hal tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu, juga mengutamakan sensasi daripada substansi.

Kebiasaan buruk yang terus menyebar akhirnya melahirkan tindakan berbuat seenaknya. Berfikir dulu? Tentu saja tidak perlu sebelum menjadi el-klarifikasi atau viral. Kebiasaan ini akan terus berulang sehingga perlu ditanggapi secara serius oleh seluruh pihak. Jika tidak, maka dapat menimbulkan kekhawatiran akan semakin rusaknya citra Masisir di mata masyarakat secara berkelanjutan.

Pembentukan karakter serta rehabilitasi nilai-nilai Islam perlu diterapkan lebih masif untuk memitigasi budaya-budaya buruk agar tidak terus berotasi sepanjang zaman. Mengedukasi mahasiswa baru dalam Ormaba menjadi sangat perlu dilakukan agar memberikan gambaran kepada mereka bagaimana hidup seorang azhari, -bukan edukasi sebatas hidup sebagai diaspora biasa- supaya tidak menormalisasikan budaya tabu di dalam lingkungan pegiat agama. Penanaman sejak dini ini bisa juga sebagai upaya untuk memutus hal-hal yang tidak pantas agar tidak terus lestari.

Titik Terang Dalam Gelap Gulita

Di balik bayang-bayang pemberitaan negatif tentang segelintir Masisir, sesungguhnya tersimpan potensi dan prestasi gemilang yang belum banyak terekspos. Bukankah kita memiliki banyak sekali prestasi yang bisa membuktikan kualitas nyata seorang penuntut ilmu? Mulai dari al-Quran, turats, riset, seni, dan banyak bidang lainnya. Perlu disadari bersama bahwa dengan meramaikan segala prestasi gemilang dan menunjukkan kontribusi nyata mampu membangun narasi baru yang lebih baik supaya Masisir terlepas dari jeratan stigma negatif.

Segelintir Masisir memang telah memberikan citra buruk pada nama Masisir itu sendiri, tetapi bukan berarti kita tak bisa mencabut stigma itu dan mengembalikan Masisir kepada nilai-nilai yang seharusnya dijunjung. Setiap Masisir memiliki tanggung jawab untuk menjaga etika dan kehormatan sebagai penuntut ilmu. Tinggal di Mesir bukan hanya soal menuntut ilmu, tetapi juga bagaimana mengamalkannya sesuai dengan realitas zaman sekarang. Perubahan harus dimulai dari kita sebagai Masisir. Sebab, jika bukan kita yang menjaga identitas dan nilai seorang Masisir, lalu siapa lagi?

Mari bergabung untuk mendapatkan info menarik lainnya!

Klik di sini
Comment
Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ad