Penghapusan Asas NKRI hingga Skandal Inventaris, Apa Isi AD/ART PPMI Mesir Setelah Amandemen?
Informatikamesir.com, Kairo – Sidang Istimewa PPMI Mesir 2025 resmi mengesahkan amandemen Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga pada Sabtu (16/08) di Aula Daha KMJ, Hay Asyir. Pada agenda ini, tim ad hoc menyampaikan sejumlah perubahan mendasar.
Salah satunya adalah Pasal 5 tentang Asas. Pasal 5 yang sebelumnya berbunyi, “PPMI Mesir berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UU Ormas” dipangkas menjadi “PPMI Mesir berasaskan Islam dan Pancasila”. Tim Ad Hoc menilai ini lebih ringkas, namun tetap mencakup beberapa hal yang diatur dalam UU Ormas.
Meskipun demikian, sebagian peserta sidang menolak penghapusan tersebut. Salah satu peserta sidang menimpalkan bahwasanya bunyi “PPMI Mesir berasaskan Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UU Ormas” perlu tetap tercantum untuk memperjelas identitas PPMI Mesir.
Dalam Bab V, salah satu peserta sidang turut mengusulkan tambahan pasal mengenai pertanggungjawaban dana. Usulan ini muncul dari salah satu perwakilan almamater yang menekankan bahwa pengelolaan uang bersifat sensitif dan harus jelas pihak yang bertanggung jawab.
“Segala macam bentuk pengelolaan dan penggunaan kekayaan wajib dipertanggungjawabkan kepada anggota melalui mekanisme yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga,” demikian bunyi usulan salah peserta. Selain itu, sidang juga menyetujui penambahan Pasal Dana Abadi yang diatur dengan ketentuan khusus.
Tim ad hoc juga mengusulkan penambahan jumlah pimpinan MPA (Majelis Permusyawaratan Anggota) dari semula lima menjadi tujuh pimpinan. Selain itu, staf teknis administrasi dihapus dan digantikan dengan sekretaris, bendahara, dan tim khusus. Posisi bendahara dipertegas kembali untuk mengatur regulasi keuangan agar lebih terarah.
“Sebenarnya disini kita ada beberapa hal rancu mengenai apa yang tertera di MPA-BPA dalam teknis sekretaris yang mencakup bendahara, tetapi diksi bendaharanya tidak disebutkan, makanya kami berinisiatif menyebutkan diksinya disini agar orang tau juga bahwasanya bendahara itu ada, dan kami sadar bahwasanya uang ini uang rakyat, karena jujur sekarang bahkan di tahun-tahun sebelumnya MPA BPA tidak ada yang mengatur regulasi keuangan MPA-BPA,” ungkap Thifal.
Tim AD HOC juga menambahkan poin baru dengan menandai sub-bab “d. Lembaga Pelajar” dalam Bab VI Pasal 39 tentang Lembaga Otonom yang sebelumnya hanya berisi organisasi kedaerahan, organisasi keputrian, dan lembaga kefakultasan.
Sementara itu, perubahan juga dilakukan pada Pasal 43 tentang Pembentukan dan Pembubaran (LO) Lembaga Otonom. Semula, tahapan pembentukan LO memuat empat langkah, mulai dari pengajuan ke DP, rekomendasi BPA, pengesahan MPA, hingga kembali ditetapkan oleh DP. Namun, Tim Ad Hoc memutuskan untuk menghapus poin terakhir. Alasannya, tahapan tersebut dianggap berulang karena pengesahan sudah dilakukan oleh MPA, sehingga tidak perlu lagi dikembalikan ke DP.
Pembahasan inventaris juga menjadi salah satu topik yang menyita perhatian. Salah satu contoh yang diangkat adalah kasus “pemutihan” barang milik PPMI Mesir menjadi hak milik pribadi.
“Sejarahnya DP itu memutihkan barang dan barang itu menjadi barang hak milik pribadi. Itu sangat miris dan harganya pun nggak main-main, contohnya seperti kamera organisasi. Masa kita anggarkan kamera terus setiap tahun, kan enggak mungkin,” ungkap Thifal sebagai perwakilan tim Ad Hoc.
Pada Bab VIII Pasal 56 mengenai Inventarisasi, Tim Ad Hoc merubah poin 5 di mana terdapat kewajiban pengembalian barang yang semulanya “PPMI Mesir (Wisma Nusantara)”, digantikan dengan diksi “Kantor PPMI Mesir”. Tim ad hoc juga menegaskan perlunya penunjukan penanggung jawab atas inventaris organisasi.
“Ada datanya, tapi barangnya tidak ada. Kasus seperti ini terjadi hampir setiap tahun. Jadi kita perlu memperjelas juga siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas inventaris ini. Jangan sampai berulang kali masuk anggaran setiap tahunnya,” ujar Thifal.
Adapun reaksi yang kemudian muncul dari salah satu peserta yang menyarankan untuk menjadikan seluruh inventaris PPMI Mesir menjadi hak kekayaan organisasi, kemudian dikelola langsung oleh bendahara yang dianggap memang benar-benar mampu mempekerjakannya dengan amanah. Namun tanggapan lain dari Presiden PPMI Mesir, Razi Alif Al-Faiz menggugat inventaris tetap menjadi tanggung jawab presiden PPMI Mesir dengan segenap jajaran nya dari kementerian, koordinator, dan dewan demisioner hingga masa peralihan nanti.
Di akhir, sidang menyepakati penambahan poin pada Bab I Ketentuan Umum setelah Pasal 5, “Aspek legalitas PPMI Mesir sebagai organisasi masyarakat yang berlandaskan UU Ormas dan terdaftar resmi dengan keputusan Kemenkumham RI Nomor AHU-0005679.AH.01.07.Tahun 2022”.
Reporter: Vivin Sofwana
Editor: Muhammad Saladin Ghaza



Mari bergabung untuk mendapatkan info menarik lainnya!
Klik di sini




