92 Juta Dana Kas PPMI Raib, Kesalahan Satu-Satunya Atau Salah Satunya?
Informatikamesir.com, Kairo – Problematika terkait ormaba masih ramai di muka, tiba-tiba muncul masalah baru terkait hilangnya uang PPMI Mesir yang bernilai fantastis. Bak radio rusak yang selalu memutar lagu lama, kasus keuangan tak bosan menderu di setiap masa kepengurusan.
Tim Informatika Mesir mencoba menyulam permasalahan yang ada dengan mempertanyakan berbagai asumsi publik kepada beberapa pihak terkait. Lalu apakah ada secercah harapan untuk memperbaiki masalah kultural ini? atau justru seperti penyakit akut tanpa obat mujarab?
Mengapa Presiden memberi mandat kepada Alfan?
Alfan sendiri bukanlah orang yang bertanggung jawab mengurus IP Internet banking BRI milik PPMI yang error, mengingat tupoksinya pada Menkohal tidak berkaitan dengan itu. Namun dalam wawancara dengan Tim Informatika Mesir, Razi menjelaskan bahwa satu-satunya orang yang paling mengerti administrasi perbankan dalam PPMI adalah Alfan, lalu terjadilah surat mandat tersebut.
“Alfan selain kuliah di Azhar, juga kuliah di Universitas Terbuka, pernah magang di perbankan, dan punya pengalaman mengurus salah satu rekening PPMI di BSI dari tahun 2022 atau 2023. Artinya, memang dia diamanahi untuk pengurusan rekeningnya,” papar Razi ketika diwawancarai pada (09/03/2025)
Di sisi lain, Alfan juga mengakui bahwa ia diamanahi mandat bukan tanpa alasan, mengingat pengalamannya pernah mengurusi administrasi pada simposium lalu dan berkuliah di jurusan administrasi bisnis.
3 hari krusial, mengapa Alfan tidak memberikan berkas kepada Ari?
Alfan menjelaskan bahwa ia memiliki tugas untuk memberikan berkas berupa buku rekening ATM kepada Ari Pratama, Wakil Presiden PPMI Mesir. Ari dikabarkan tiba di Indonesia pada Selasa, (24/12/2024) sedangkan Alfan memiliki jadwal penerbangan ke Kairo pada Jumat, (27/12/2024). Setidaknya ada tiga hari bagi Alfan untuk menyerahkan berkas tersebut kepada Ari yang ternyata naas tak dilakukan.
Ketika ditanyai perihal tersebut, Alfan berdalih bahwa status PJ (Penanggung Jawab) ATM BRI masih atas nama PJ sebelumnya dan harus diganti dengan namanya sebelum berkas diserahkan kepada Ari, dirinya masih sibuk mengurus laporan selesai magang pada tanggal 23 hingga 25 Desember. Adapun pemindahan nama baru diproses di bank pada Kamis, (26/12/2024) dan baru selesai pada sore hari.
“(Tanggal) 21, 22 weekend, 23, 24 itu laporan, 25 nya saya menyerahkan laporan sampai sore jam 3 dan kita tahu bank antri seperti apa takutnya saya nggak dapat. Akhirnya, besoknya 26 saya baru bisa mengurus. Itu Siang agak sorean (baru selesai) karena saya harus mengurus beberapa berkas atas nama instansi, karena saya harus ngumpulin KTP ini, harus bikin surat ini, dan saya harus nemuin direkturnya. Ketika itu saya di Depok dan flight tanggal 27 jam 6 pagi,” kilas Alfan.
Ketika disinggung terkait ekspedisi malam hari, Alfan mengafirmasi resiko jika dikirim di malam hari dan tidak memungkinkan jika dikirim pada tanggal 27 karena harus ke bandara dan terbang pukul 6 pagi.
Sebab Keterlambatan Pelaporan Kasus Raibnya Uang 92 Juta PPMI
Thifal Fatihul selaku Dewan Pimpinan MPA mengakui adanya Sidang Paripurna II disebabkan adanya miskomunikasi dan keterlambatan dalam melaporkan kasus, karena kasus tersebut baru sampai kepada BPA ketika H-1 Sidang Paripurna I pada sore hari, yang bahkan belum sampai 24 jam. Datangnya kasus dengan nominal yang fantastis membuat BPA harus mengkaji terlebih dahulu sebelum melaporkan kasus tersebut kepada MPA.
“Ketika LKS sudah dimulai, verifikator dan BPA ngecek brankas dan bermusyawarah bersama Pres Wapres. Pada saat itu MPA lagi ngurus acara LKS-nya, mereka kumpul di kantor MPA. Sayangnya ketika LKS sudah mau mencapai puncaknya di hasil keputusannya itu, mereka masih kumpul, jadi ada miskomunikasi. Terkait acara seharusnya, hasil dari musyawarah tersebut dipaparkan di paripurna I begitu,” jelas Thifal ketika diwawancarai pada (08/03/2025).
Dari rentetan kejadian tersebut, Thifal menjelaskan adanya Sidang Paripurna II bukan karena tidak ada transparansi terkait kasus tersebut, melainkan karena adanya miskomunikasi dari pihak-pihak yang terlibat, bukan adanya kesepakatan di bawah meja.
“Sementara LKS sudah selesai, nah itu sidang paripurna II karena sudah mengakui kalau masalah itu kesalahan dari kami, bukannya tidak transparansi, tapi itu terjadi miskomunikasi terkait hal ini,” lanjut Thifal.
Ketika ditanya perihal keterlambatan tersebut, Razi mengaku bahwa ada investigasi mandiri terhadap beragam informasi yang didapat dan dari Rekening Koran yang terbit pada tanggal 22 Februari sebelum disampaikan ke BPA.
“Kami gak mau menyampaikan ke orang lain dulu sebelum yakin dengan kedudukan kasus ini. kalau tiba-tiba kami gak tahu apa-apa, kami kan kayak gak tanggung jawab. Kami coba mengurutkan kronologi yang ada, mengkalkulasi, dan menyepakati bahwa kejadiannya seperti ini, ini yang akan kita lakukan ke BPA. Saya sudah chat saat itu tanggal 23 malam sebenarnya, karena beberapa alasan, terus juga ada hubungan komunikasi sama Ari dari depimnya, oh ya jadi tanggal 24,” ungkap Razi.
Razi juga beralasan tidak diungkapnya kasus 92 juta ini pada Sidang Paripurna I karena adanya hirarki sistem organisasi yang berlaku. Menurutnya, sudah cukup jika diungkapkan ke legislatif, dalam hal ini ke BPA.
Tulisan kronologi kasus; sebuah transparansi atau upaya cuci tangan dan berlindung di balik tulisan?
Wajah terang perlahan menyimpan petangnya, ada kemelut yang merayakan kesunyiannya. Tulisan yang diunggah di situs PPMI Mesir berjudul ‘Sebuah Transparansi; Kronologi Musibah yang Menimpa PPMI Mesir’ berisi urutan kronologi yang dirilis pada Senin, (03/03/2025) tiba-tiba beredar dan menimbulkan banyak asumsi Masisir. Mayoritas menyayangkan kejadian ini, karena masalah keuangan selalu jadi headline setiap kepengurusan PPMI Mesir, dan selalu hadir dengan laporan nominal yang fantastis.
Salah satunya adalah asumsi apakah keluarnya tulisan tersebut sebagai bentuk klarifikasi, atau hanya untuk cuci tangan, atau ada tujuan tertentu yang lain?
Razi membantah hal tersebut, karena tujuan rilisnya artikel itu di tengah-tengah Masisir agar bisa menjadi rujukan bagi yang ingin mengetahui kronologinya secara runtut dan koheren, serta meminimalisir adanya asumsi liar.
“Enggak, karena kita yakin apa yang ada di sidang itu tidak akan tersebar dengan baik dan selengkap itu, kami menyediakan tulisan untuk teman-teman jika ingin memahami kronologinya secara utuh dan komprehensif. Sehingga itu bukan cuci tangan melainkan sebagai sumber rujukan dan meminimalisir adanya asumsi liar. Ketimbang kita selalu menjelaskan secara lisan pada orang-orang, nih silahkan baca aja ini,” papar Presiden PPMI.
Perdebatan Diksi: Musibah atau Kelalaian dari 3 perspektif
Dari sekian banyak asumsi liar dan kabar burung di kalangan Masisir belakangan ini, salah satu yang mencuat adalah apakah kejadian ini bisa dianggap sebagai “musibah” atau “kelalaian”? Alfan sendiri mengaku lalai dalam menjalankan tugasnya, dan bersikeras agar tidak dikaitkan dengan PPMI.
“Saya katakan ini kelalaian saya, seperti yang sudah ada di website PPMI, kelalaian saya juga dengan memberikan pin di buku. Tetapi hal yang dilakukan RB yang menyebabkan keributan dan hal ini berangkat dari musibah. PPMI Mesir tidak pernah mengalami kelalaian, namun ini musibah bagi PPMI,” papar Alfan.
Alfan juga menanggapi narasi “dikambing hitamkan PPMI” dengan menyebutnya sebagai “narasi bodoh”. Ia mengungkapkan dirinya tidak merasa dipaksa dan selalu bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terkait rekening tersebut. Tidak ada yang bisa menyalahkan PPMI secara langsung tambahnya, karena organisasi ini telah memberikan amanat untuk mengelola rekening dan memberikan supervisi.
Di sisi lain, Razi menganggap bahwa kedua diksi tersebut tidak bertolak belakang dan bisa saling bergandengan dalam satu peristiwa. Razi menganalogikan lewat sebuah kasus truk yang menabrak pohon karena ketidakhati-hatian sopir. Ketidakhati-hatian menjadi kelalaian, sedangkan kejadian tabrakan menjadi musibah karena yang terjadi memberikan dampak.
“Ada titik temu antara kelalaian dan musibah, bahwa ada sesuatu yang diawali dengan kelalaian kemudian berakhir dengan musibah. hubungannya umum wa khusus min wajhin,” ujar Razi.
Sejalan dengan pandangan Depim MPA yang perspektifnya juga diangkat di sidang paripurna II. Menurutnya, Presiden dan Wakil Presiden sudah melakukan tupoksi supervisornya dengan mengawasi alfan via daring.
“Rupanya setelah dicek juga, ternyata pres wapres tetap mengawasi. Makanya kenapa dibilang ini murni kelalaian Alvan, karena memang dominan kelalaiannya sangat tinggi. Sementara pres wapres itu telah melakukan kewajiban untuk terus ngecek gitu,” papar Thifal.
Razi menganggap musibah itu bukan tentang hal yang tidak diduga, tetapi kejadian yang menimbulkan kesedihan dan kekecewaan, dan beliau mengakui tidak “berlindung” di balik kata “musibah”. Selain itu, dalam tulisan kronologi yang beredar, kata kelalaian juga sering disertakan, menunjukkan kesadaran bahwa kejadian ini tidak lepas dari unsur kelalaian.
“Tentu ketika melihat kata musibah, kita tidak pernah berkata tidak mau tanggung jawab 100%, kita tanggung jawab. Terutama dalam mengembalikan masalah ini, kita tidak pernah lari, kita akan sampaikan Insya Allah dalam waktu dekat juga akan rilis permintaan maaf,” ucap Razi.
Mekanisme pengembalian 92 juta
Ketika Sidang pleno III memutuskan uang yang raib wajib dikembalikan selambat-lambatnya 31 Maret 2025 dengan cara yang halal disertai dengan surat perjanjian antara DP dan BPA, praktik polemik tersebut menimbulkan banyak spekulasi akan kemustahilan layaknya mission impossible.
Ketika ditanya perihal ini, Alfan berdalih sudah siap bertanggung jawab, karena sudah ada uangnya. Namun ketika ditanya meengenai teknis, alfan menolak memberi penjelasan.
“Sebut saja ini buah dari hubungan emosional saya dengan beberapa orang baik di luar. uangnya sudah ada, sudah bisa diambil. Saya kira itu cukup menjelaskan ya,” pungkas Alfan ketika diwawancarai pada (05/03/2024).
Namun sampai berita ini diangkat, Alfan belum menyelesaikan pengembalian 92 juta tersebut ke pihak berwenang.
Langkah Bersama MPA-BPA dan PPMI memecah kesalahan kultural.
Kesalahan kultural ini seperti halnya seseorang yang berjalan dalam lingkaran dan terus menerus berputar tanpa ada jalan keluar. Suara riuh publik menuntut adanya perubahan dan evaluasi dari organisasi sebesar PPMI. Masalah besar memerlukan solusi konkret yang terukur pula dalam realisasinya.
Thifal mengaku MPA sudah punya langkah strategis untuk memitigasi hal ini terjadi lagi, ia juga menegaskan bahwa kasus saat ini tidak bisa dibandingkan dengan yang sebelumnya, karena kasus ini berbeda. Thifal mengaku akan ada regulasi terkait sitem keuangan dan undang-undang keuangan.
“Ini salah satu pecutan juga untuk MPA BPA untuk segera membuat regulasi ini (keuangan) agar meminimalisir bahkan mencegah terjadinya hal-hal yang serupa. Dari tahun lalu sudah mulai berjalan untuk taksisnya, sekarang akan dipercepat lagi karena menimbang tahun ini akan ada kongres PPMI Mesir. Targetnya kalau nggak tahun ini maksimal tahun depan untuk undang-undang keuangan,” Jelas Thifal.
92 juta satu-satunya atau salah satunya?
Dengan berturut-turutnya kasus keuangan yang mencuat setiap tahun, tak heran menimbulkan pertanyaan besar dalam benak publik yang tertuang dalam beragam diskusi. Dengan kesalahan yang berulang, jangan-jangan kasus raibnya 92 juta ini hanya satu-satunya yang ketahuan?
Ketika diwawancara tim Informatika Mesir, beberapa narasumber ditambah Mufid Anwar selaku BPA PPMI Mesir dan Taqi Musyafa selaku Tim Verifikatur menjawab dengan gaya selingkung yang berbeda namun memiliki poin dan pembahasan yang sama: tidak ada permasalahan keuangan lain selain 92 juta tersebut.
Kami mengajak semua Masisir bersinergi dan mengawal kasus keuangan ini untuk kemaslahatan kita bersama. Mari kita tunggu serangkaian bentuk tanggung jawab PPMI atas kasus keuangan ini.
Reporter: Saladin, Faiz, Uwyas, Habib, Afifah, Fauzan
Editor: Atsilla, Rizqi, Naila
Mari bergabung untuk mendapatkan info menarik lainnya!
Klik di sini