Neo Imperialisme: Penjajahan “Legal” atas Negara “Merdeka”
Informatika.com, Kairo – Ramu (Raudhatul Mufakirin) menggelar forum diskusi dengan tajuk “80 Tahun Kemerdekaan: Masih Beta Version atau Full Version?” pada Jumat (17/08) di Kafe Antara, Darrasa. Dalam acara tersebut salah satu pemantik, Musthofa Ainul Umam, menjelaskan bahwa neoimperialisme merupakan bentuk dari hegemoni suatu negara kepada negara lain meski negara yang dipengaruhi sudah merdeka.
“Esensi di neoimperialisme adalah ketika suatu negara itu merdeka secara normatif dan memiliki semua atribut-atribut merdeka, tetapi pada faktanya dia masih dikuasai atau berada di bawah hegemoni negara lain baik itu secara politik ataupun secara ekonomi,” jelas Umam.
Umam menyatakan neoimperialisme merupakan bentuk imperialisme termutakhir atau paling berbahaya sebab implementasinya dilakukan dalam koridor yang resmi.
“Neoimperialisme merupakan bentuk atau model imperialisme yang paling mutakhir atau paling berbahaya, gara-gara yang melancarkan imperialisme itu tadi adalah lembaga-lembaga internasional yang notabenenya resmi,” tambah Umam.
Dalam pembahasan ini Umam memberikan contoh nyata dari bentuk neoimperialisme tersebut adalah pinjaman dari IMF (The Internasional Monetary Fund) kepada Indonesia dengan syarat-syarat tertentu, yaitu dibukanya investasi asing pada sektor yang sebelumnya tidak diperbolehkan.
“Ambil contoh misalkan di negara kita pada tahun 1998 ketika sedang krisis moneter, Indonesia mendapatkan pinjaman yang besar dari IMF, nilainya itu ratusan miliar dolar dan ini termaktub di dokumen, di situ dijelaskan syarat-syaratnya apa saja, di antara syarat-syaratnya adalah membolehkan dan membuka investasi asing pada sektor-sektor yang sebelumnya tidak boleh ada investasi asing di dalamnya,” kata Umam.
Umam melanjutkan syarat lain dari pinjaman tersebut adalah pemotongan subsidi yang akhirnya berimbas pada hilangnya daya saing produk dalam negeri dengan produk luar negeri.
“yang kedua, memotong subsidi, kalau subsidi itu dihilangkan, otomatis produk dalam negeri semakin mahal, kalau semakin mahal (maka) akan kehilangan (daya) saingnya dengan produk-produk luar negeri,” lanjut Umam.
Selain kedua syarat di atas, Umam menambahkan syarat dari pinjaman itu adalah kemudahan proses impor barang luar negeri dan menghilangkan pajak-pajak dari barang tersebut.
“yang ketiga adalah mempermudah proses serta menghilangkan pajak-pajak impor, jadi kalau ada barang asing yang masuk ke Indonesia itu dipotong (pajaknya),” tambah Umam.
Reporter: Ananda Habib Husein
Editor: M. Saladin Ghaza
Mari bergabung untuk mendapatkan info menarik lainnya!
Klik di sini




