Jaga Muruah Guru dan Santri; Tolak Feodalisme Lewat Hardisk PII Mesir
Informatikamesir.net, Kairo – Hardisk (Hari Diskusi) PWLN PII (Pengurus Wilayah Luar Negeri Pelajar Islam Indonesia) pada Senin (20/10) di Kafe Movement, Darrasah membawakan tajuk “Adab atau Feodalisme? Menimbang Relasi Guru dan Santri dalam budaya Pesantren”.
Hardisk kali ini menghadirkan dua pemateri dengan latar belakang pesantren berbeda, karena pertanyaan publik tentang relasi guru dan santri saat ini yang dianggap sebagai cerminan adab atau faham feodalisme.
Salah satunya adalah Nezzard Ahmad Zarkasyi, Lc. yang tumbuh dari lingkungan pondok modern menanggapi bahwa standar yang berdiri pada setiap pesantren dan lingkup sosial itu berbeda.
“Kalau kita (pondok modern) menyebut pendiri gontor itu Pak Zar (red: KH. Imam Zarkasyi) itu biasa. Nah, itu kan, standar yang berbeda yang dimiliki oleh setiap lingkup sosial yang ada di masyarakat. Kalau memang kyainya mengajarkan seperti itu dan tidak menyalahi syariat, bukan ta’abbudan itu tidak apa-apa,” tutur Nezzard.
Nezzard juga menyinggung soal kasus merosotnya kuantitas santri pada forum beranggotakan para pendiri pondok bernama Komunikasi Pesantren Muadalah yang sepakat bahwa penurunan santri itu benar adanya. Nezzard membandingkan jumlah santri pada zamannya yang berkisar 4500 jiwa dibandingkan per hari ini berkisar 2700 jiwa—artinya hampir 50% penurunan kuantitas santri di sebuah pondok pesantren.
Muhammad Jauharil Maarif, Lc. selaku pemateri lulusan salah satu pondok salafi membuka premisnya dengan sebuah perkataan ulama bahwa menggeneralisasi itu adalah bahasa orang bodoh. “Ketika ada sebuah kasus terjadi kemudian kita urut, kalau satu begini pasti yang lainnya juga begitu itu namanya ta’mim, itu bahasa orang-orang yang kurang pengetahuan,” ucap Jauharil.
Dalam pembahasan mengenai feodalisme ini, Jauharil mengajak hadirin untuk dapat membedakan antara adab dan feodalisme, antara rasa takut dan rasa cinta. Jauharil juga membantah para kritikus yang menggunakan dalil hadis Rasulullah saw. tentang adab kepada teman dengan membedah sanad dan menguatkan argumennya melalui kaidah ushul fikih.
“Ternyata hadis ini banyak di daifkan oleh para ulama. Imam Ahmad bahkan mengatakan munkarul hadits, dan dalam kaidah ushul fikih dikatakan الدليل إذا تطرق إليه الإحتمال سقط به الاستدلال (red: sebuah bukti ketika memiliki banyak kemungkinan makna, maka tidak layak digunakan sebagai bukti makna tertentu),” ujar Jauharil.
Sebagai pemungkas materi, Jauharil mengajak hadirin untuk kembali menelaah budaya yang ada di Indonesia seperti gotong royong dan saling tolong menolong, yang mana hal ini selaras dengan kegiatan santri di pondok pesantren. Menurut Jauharil, yang membedakan adalah adab dilakukan atas dasar cinta, sedangkan feodalis dilakukan atas dasar takut.
Reporter: Shayla Luthfy Yulandari
Editor: Afifah Azmi Saiyidah
Mari bergabung untuk mendapatkan info menarik lainnya!
Klik di sini




