Polemik Wisuda 2022; Inkapabilitas DP dan Inkonsistensi MPA BPA PPMI Mesir.

Beranda, Opini0 Views

Oleh: Hafizd Alharomain Lubis/ Sarjana Fakultas Bahasa Arab Jurusan Sejarah dan Peradaban, Universitas al-Azhar, Mesir.

Pada 5 Oktober 2022, terbit sebuah keterangan pers yang menyatakan pengunduran diri Panitia Wisuda PPMI Mesir 2022 yang dibalas dengan Surat Pernyataan Sikap DP PPMI Mesir; menerima surat pengunduran diri tersebut dan membentuk Pelaksana Tugas (PLT) Wisuda PPMI Mesir 2022. Peristiwa ini menjadi awal mulanya konflik yang tak berkesudahan ini dimulai.

Saya sebagai calon wisudawan pada tahun 2022 ini, ditambah dengan akan hadirnya wali yang akan mendatangi agenda wisuda tersebut sudah menunggu-nunggu kapan kepastian agenda wisuda dilaksanakan. Dengan belum adanya kepastian tanggal dari agenda tersebut saja sudah membuat saya pribadi merasakan kekhawatiran, karena hadirnya keluarga jauh dari negara asal Indonesia butuh mempersiapkan berbagai hal; visa, tiket pesawat, akomodasi selama di Mesir, beserta beragam persiapan yang lain.

Dengan diedarkannya press release pengunduran diri Panitia Wisuda PPMI Mesir pada tanggal 5 Oktober tersebut, semakin membuat saya kalang kabut. Belum mengurus persiapan saya pribadi sebagai calon wisudawan, ditambah dengan ketidakpastian dari segenap penanggung jawab acara wisuda akan kepastian agenda tersebut diselenggarakan.

Ternyata hal yang sama tidak hanya dirasakan oleh saya pribadi, tapi dirasakan juga oleh calon wisudawan/ti lain yang sedang mempersiapkan diri masing-masing dalam penantian momentum sakral (agenda wisuda) tersebut, ditambah ada yang orang tua/walinya yang berkeinginan hadir merupakan pekerja di instansi pemerintahan dan membutuhkan kepastian tanggal agar keluar surat izin/ surat cuti.

Ada pula yang orang tuanya hanya bisa menggenapi hari untuk keperluan wisuda karena biaya yang diperlukan untuk perjalanan ke Mesir dari Indonesia terbilang mahal, pula ada yang orang tuanya merupakan kyai atau tokoh besar di daerah masing-masing, dan lain-lain yang berangkat dari berbagai macam situasi dan kondisi.

Hal-hal krusial ini tidak sama sekali dipertimbangkan oleh pihak yang berseteru pada saat itu, perspektif yang saya simpulkan dua pihak ini (DP PPMI Mesir & Panitia Wisuda PPMI Mesir) sangat tidak dewasa dan sungguh sangat kekanak-kanakan karena tidak melihat hal tersebut dalam kacamata yang lebih luas. Sehingga akhirnya para calon wisudawan/ti secara mandiri membentuk beberapa poin gugatan agar posisi penyelengaraan agenda wisuda ini dapat kembali stabil, dan proses penyelenggaraan kembali berlanjut, meski sangat disayangkan akibat dari konflik awal itu dimulai, menyebabkan proses penyelengaraan agenda wisuda menjadi terhambat.

Berangkat dari latar belakang awal konflik ini dimulai, ada hal unik yang menurut saya perlu kita tinjau sebagai otokritik terhadap organisasi induk kita bersama:

– Dari perspektif DP PPMI Mesir mengkritisi keuangan yang beredar pada kepanitiaan wisuda PPMI Mesir.

– Dari perspektif DP PPMI Mesir menekankan agar wisuda dilaksanakan di ACC dengan harga yang lebih terjangkau, dengan menginisiasi pembentukan kepanitiaan yang baru sebagai Plt. Panitia Wisuda PPMI Mesir menggantikan kepanitiaan yang mengundurkan diri.

– Pula ada asumsi dari DP PPMI Mesir bahwa kepanitiaan wisuda ini merupakan kepanitiaan dinasti, yang dimana perspektif dinasti ini diambil dalam konotasi buruk sehingga dinasti harus diruntuhkan.

Otokritik saya terhadap tiga hal ini:

– Program tahunan (Kepanitiaan wisuda) ini ada pada ranah eksekutif (DP PPMI Mesir), dipastikan ada laporan pertanggungjawaban. Tentu sudah menjadi kewajiban DP PPMI Mesir untuk meninjau kembali sebelum kepanitiaan ini resmi terbentuk, termasuk laporan keuangan. Karena yang menurunkan Surat Keputusan kepanitiaan adalah DP PPMI Mesir. Ketika Surat Keputusan keluar, hal itu sudah menjadi sebuah amanah prerogatif yang diberikan kepada badan kepanitiaan untuk menyelenggarakan agenda secara keseluruhan, dengan tetap didampingi oleh DP PPMI Mesir. Kritik keuangan yang perlu disampaikan oleh DP PPMI Mesir (jika ada), seharusnya dapat disampaikan secara komunikatif, terbuka, dan progresif antar kedua pihak, bukan malah menjadi alasan terbentuknya pembicaraan belakang yang pada akhirnya menimbulkan konflik.

– Semua pihak akan memiliki perspektif yang sama, termasuk saya pribadi, yaitu agar bagaimana agenda yang dilaksakanakan secara bersama ini (dengan biaya yang dibebankan kepada masing-masing calon wisudawan/ti) lebih terjangkau. Pasalnya, dengan kuota calon wisudawan/ti yang lebih banyak pada tahun ini, perihal tempat penyelenggaraan tidak dimungkinkan pada tempat yang sama dimana selama ini agenda wisuda diselenggarakan, yaitu di gedung ACC. Sehingga tempat penyelengaraan harus dipindahkan ke gedung lain dengan kapasitas yang lebih besar. DP PPMI Mesir seharusnya memfokuskan pikiran dan tenaganya kepada kapasitas gedung dan kuota, tidak hanya kepada masalah biaya.

– Sepengalaman saya pribadi sebagai Ketua Panitia Pemilu Raya 2019, hal yang distigmakan sebagai dinasti tersebut, merupakan bentuk kaderisasi kepanitiaan. Dalam ranah euforia penyelenggaraan event, agenda Pemilu Raya dan agenda Wisuda selalu disandingkan, karena 2 agenda ini merupakan hajatan besar tahunan bagi masisir sehingga perihal kaderisasi panitia menjadi unsur yang sangat penting guna stabilitas dan peningkatan nilai penyelenggaraan hajatan tersebut setiap tahunnya. Lagi-lagi, adanya perspektif dinasti (konotasi buruk) yang dimiliki DP PPMI Mesir terhadap Panitia Wisuda PPMI Mesir seharusnya dapat terselesaikan dengan komunikasi antar kedua pihak. Jika DP PPMI Mesir sudah mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan panitia wisuda, seharusnya segala hal sudah dipertimbangkan dan diselesaikan sebelumnya.

Konflik awal ini diakhiri dengan keputusan bersama pada forum di PMIK pada tanggal 7 Oktober yang termaktub dalam keterangan pers DP PPMI Mesir 8 Oktober 2022. Forum tersebut ada karena desakan wisudawan/ti, dihadiri oleh perwakilan wisudawan/ti, perwakilan DP PPMI Mesir, perwakilan Panitia Wisuda PPMI Mesir, dan perwakilan MPA BPA PPMI Mesir sebagai penengah. Dengan keputusan esensialnya mengangkat kembali kepanitiaan wisuda yang telah berprogres, maka agenda wisuda PPMI Mesir final di laksanakan di al-Manara International Conference Center (dengan pemahaman lain yang terbentuk bahwa rencana pengadaan wisuda di ACC dibatalkan).

Konflik perihal wisuda ini ternyata tidak berakhir pada keputusan bersama itu saja. Pada tanggal 18 Oktober, keluarlah publikasi dari agenda wisuda yang dilaksanakan di ACC pada tanggal 3 November. Saya yang ikut hadir sebagai perwakilan wisudawan pada pertemuan tanggal 7 Oktober di PMIK melihat adanya kejanggalan dari pelaksanaan agenda wisuda tersebut sehingga muncul dorongan pribadi untuk mengadakan investigasi secara mandiri.

Pada akhirnya, kejanggalan itu akhirnya dibenarkan sebenar-benarnya pada forum mediasi internal yang juga dihadiri oleh salah satu Penasehat Presiden PPMI Mesir, Staf Kemenko II PPMI Mesir (yang juga menjadi ketua panitia penyelenggara agenda tersebut), dan Presiden PPMI Mesir itu sendiri. Dengan pembenaran atas keterlibatan DP PPMI tersebut, saya menilai bahwa;

1. Tindakan pengadaan wisuda pada tanggal 3 November oleh DP PPMI Mesir cacat secara prosedural,

2. Keterlibatan dalam agenda tersebut adalah bentuk pengkhianatan DP PPMI Mesir terhadap kesepakatan yang sudah dibuat secara bersama pada forum di PMIK tanggal 7 Oktober,

3. Merupakan tindakan kebohongan karena pada publikasi agenda wisuda tanggal 3 November tersebut sama sekali tidak mencantumkan logo PPMI Mesir, apalagi ada klaim bahwa yang menyelenggarakan agenda tersebut adalah markaz tathwir.

Pola yang dilakukan adalah pola tindakan tidak prosedural dan melakukan kebohongan yang ditutupi dengan kebohongan lain. Padahal, jika (prosedural) diadakan musyawarah kembali bersama pihak yang sebelumnya bermufakat, bisa saja kemungkinan wisuda dilaksanakan di dua tempat dan calon wisudawan/ti berhak untuk memilih sesuai hajatannya masing-masing.

Kita perlu sadar bahwa tindakan tidak prosedural sama saja mencederai organisasi yang kita bentuk secara bersama. Bentuk pengadaan wisuda pada tanggal 3 November ini juga merupakan cerminan tidak adanya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan DP PPMI Mesir yang merupakan bentuk tidak adanya integritas dalam kebijakan yang diambil. Terlebih lagi, bagi saya pribadi dan saya yakin semua pihak dapat menyepakati bahwa tindak kebohongan kepada masyarakat oleh sosok pemimpin merupakan tindakan yang sangat fatal.

Hal ini selaras dengan petuah lampau oleh Thomas Jefferson tentang kebohongan; “Dia yang membiarkan dirinya berbohong sekali, akan lebih mudah melakukannya untuk kedua kalinya”. Sejauh penilaian pribadi, saya menilai hal ini sebagai bentuk inkapabilitas (ketidakmampuan) dari pola kepemimpinan yang dibawa oleh nahkoda DP PPMI Mesir saat ini.

Namun, yang hingga kini saya anggap sebagai sebuah ironi, ternyata temuan pola kekeliruan ini tidak ditangkap baik oleh MPA BPA PPMI Mesir. Suara yang terus beredar pada grup silaturahmi wisudawan perihal kekeliruan tersebut seperti tidak dihiraukan. Mirisnya, hak suara pada grup silaturahmi wisudawan malah dicabut, dan dimanuver kepada pihak-pihak yang sama sekali tidak merasa dirugikan.

Analoginya seperti ini; batas kesaksian hanya ada di sekitar 896 masisir (calon wisudawan/ti), tapi MPA BPA PPMI Mesir mengambil kesaksian daripada 12.000 masisir yang diwakili oleh fraksi. Sejauh pengamatan saya dan teman-teman wisudawan yang berpandangan serupa, ada kesan MPA BPA PPMI Mesir inkapabel dalam melihat sebab dan inti permasalahan yang terjadi. Inkapabilitas ini terlihat pada banyak hal, yaitu:

1. Kehadiran MPA BPA PPMI Mesir pada forum 7 Oktober di PMIK seharusnya sudah dapat menjadi titik awal pemahaman bahwa masalah yang terjadi butuh dimediasi, yang pada akhirnya diperlukan peran MPA BPA PPMI Mesir di dalam penyelesaiannya (asas yudikatif dalam menangani masalah);

2. Pengambilan keputusan musyawarah yang melibatkan fraksi, padahal asasnya sudah bukan asas pengawasan, tapi seharusnya disandarkan pada asas yudikasi, sebab sudah ada pihak yang dirugikan yaitu wisudawan/ti.

Lebih uniknya lagi, beberapa hari kemudian MPA BPA PPMI Mesir cepat tanggap dalam memediasi perihal komentar calon wisudawan terhadap salah satu media warta pemberita masisir, sehingga beberapa calon wisudawan mengakui kekeliruan tersebut dan melakukan permohonan maaf dengan mengirimkan video klarifikasi dan tulisan kronologi kejadian.

Di sisi lain, hal tuntutan lanjutan yang sama akibat keabsahan keterlibatan DP PPMI Mesir pada wisuda 3 November, juga diminta oleh calon wisudawan kepada DP PPMI Mesir yang diwakili oleh Presiden PPMI Mesir secara langsung, yang pada akhirnya, seperti yang kita ketahui bersama, hal tersebut tidak ‘dikabulkan’ oleh MPA BPA PPMI Mesir.

Tuntutan wisudawan/ti tersebut (yang juga menjadi tuntutan masyarakat umum) sebenarnya sederhana yaitu; ingin DP PPMI Mesir mengakui keterlibatan pada wisuda 3 November, pengakuan kebohongan yang telah dilakukan, dan penjelasan kronologi dalam bentuk video yang dipublikasi di seluruh sosial media PPMI Mesir, sebagai bentuk tanggungjawab kepemimpinan dan periode kepengurusan tahun ini.

Adapun pembatalan wisuda ACC secara resmi yang dilakukan pada pertemuan mediasi tanggal 24 Oktober di Markaz Tathwir bukanlah sebagai titik akhir masalah ini berakhir. Melainkan, tanggungjawab kepemimpinan terhadap rakyatnya juga perlu dipertanyakan. Apalagi, permasalahan ini membuat kisruh lingkungan mahasiswa Indonesia di Mesir.

Pertanyaan besar yang akhirnya timbul di kepala saya, kenapa MPA BPA PPMI Mesir tidak secepat tanggap itu dalam memediasi tuntutan calon wisudawan terhadap DP PPMI Mesir? Hal seperti ini saya anggap merupakan bentuk inkonsistensi sikap yang dilakukan oleh MPA BPA PPMI Mesir, cerminan ketimpangan sosial, serta ketidakadilan yang secara sadar ataupun tidak, telah dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat (MPA BPA).

Semoga hal ini hanya bentuk kekhilafan yang dilakukan oleh lembaga trias politika kita pada dinamika kebijakan penyelenggaraan wisuda ini. Atau jika memang hal ini adalah bentuk kesengajaan, saya harap seluruh pihak yang terlibat dapat berbenah dan mengevaluasi secara besar-besaran terhadap seluruh kekeliruan dalam tindakan maupun kebijakan yang dilakukan.

Editor: Nur Taufiq

Comment